Google Reader MP3 Player

Sabtu, 28 Agustus 2010

Iwan fals di mata Acep Zam Zam (Penyair & Budayawan) "Wajar jika karya Iwan bakal abadi"


Kembang Pete, Bongkar, Bento, Ambulance Zig Zag, Proyek 13, bahkan hingga Tince Sukarti, adalah beberapa contoh lagu karya Iwan Fals yang tetap mampu menjawab perkembangan jaman sejak dulu hingga kini. Sepak terjang Virgiawan Listanto tersebut rupanya tak lepas dari pengamatan dan penilaian Acep Zamzam Noor, penyair sekaligus Budayawan Jawa Barat. iwanfals.co.id sempat mewawancarai penyair, Putra KH Ilyas Ruchyat, dari Ponpes Cipasung ini, di sela roadshow ‘KESEIMBANGAN – Oi, Menanam! bersama Iwan Fals & Band’, di kota Tasikmalaya, beberapa waktu silam. Dia mempunyai penilaian sendiri terutama terhadap karya-karya Iwan Fals, karena dia mengaku, juga merupakan pengoleksi album Iwan Fals. Besar Karena Kelugasan dan Aktualitas Sesungguhnya, kekuatan Iwan Fals dalam bermusik ada pada lirik lagunya yang lugas dan langsung. Jika kemudian di sana terkandung pesan kritis, termasuk pesan lingkungan, karena kelugasannya pasti akan sampai kepada masyarakat manapun yang dimaksudnya. Bahkan, di awal-awal album Iwan Fals kesan yang timbul adalah lirik lagu yang frontal. Hal ini karena masyarakat pada saat itu membutuhkan syair-syair bersifat frontal. Mulai berkolaborasi dengan Kantata Takwa, syair lagu Iwan cenderung tetap keras, namun lebih kontemplatif. Puncak kontemplatif Iwan, terdapat di album Suara Hati. Suara Hati, bagi Acep Zamzam Noor merupakan album Iwan Fals yang paling disukainya, karena di album tersebut banyak tersirat puitis, yang merupakan bagian dari kontemplasi ketika seorang Iwan melihat ke “dalam”. Padahal, di album-album sebelumnya, lebih tampak sebagai penilaian Iwan “keluar”. Sementara di album Keseimbangan (yang terbaru -red), meski dia mengaku belum memahami secara khusus, tampaknya Iwan Fals memiliki konsep kontemplasi seperti album Suara Hati. Salah satunya yang terlintas di pikirannya adalah lagu Suhu. Musisi Sekaligus Seniman Melihat seorang Iwan Fals, menurut Acep tampaknya mesti memahaminya sebagai seorang seniman. Dan karyanya yang lahir pun, keluar dari sebuah kejujuran. Tak heran, jika karyanya lahir berhubungan dengan situasi dan kondisi bangsa, karya-karya yang lugas dari seorang Iwan Fals itu, terutama lahir di era orde baru. Jadi, menurut Acep karya Iwan Fals kini memang lebih mendalam, hingga butuh perenungan terlebih dahulu bagi yang mendengarkannya. Kelugasan yang lahir pada karya-karya Iwan Fals, menurutnya tetap lebih soft kini, namun lebih mendalam dari sebelumnya. Demikian pula dengan ditemuinya karya-karya yang sebetulnya religius, dari seorang Iwan Fals, yang menurutnya memang tidak mesti formal karena berhubungan dengan agama, sejak awal di album-albumnya sudah ada. Harapannya terhadap Iwan Fals, dari konteks urgensi hidup berbangsa, Indonesia amat membutuhkan guru-guru bangsa dari berbagai bidang. Setelah lewat era Gus Dur dan Rendra. Dari kalangan musisi, dia berharap pada Iwan Fals, untuk terus melakukan gerakan-gerakan positif yang langsung bersentuhan dengan kehidupan bangsa, termasuk gerakan kampanye lingkungan, gerakan penyadaran sosial dan sebagainya. Karena diyakininya, cara-cara seperti itu akan memberikan inspirasi kepada masyarakat, meski hasilnya tidak akan langsung. Dia mengamati, ada yang terinspirasi dengan tema album ‘Keseimbangan’ Iwan, terutama yang melihat penampilannya. Inspirasi tersebut minimal berguna untuk kehidupan mereka. Ketika sebuah karya menjadi punya manfaat bagi penikmatnya, itu yang utama bagi seorang seniman, ketimbang tujuan-tujuan besar lainnya. Bahkan, dia berpendapat, apa yang dilakukan oleh Iwan Fals termasuk dari karya-karya lagunya, hikmahnya mesti bisa diambil oleh para elit politik, yang memegang kebijakan. “Para elit justru mesti menjadi apresiator pertama bagi karya-karya membangun tersebut,” tambah penerima anugerah South East Asian (SEA) Write Award dari Kerajaan Thailand (2005) ini. Hanya memang, dikeluhkannya sikap politisi sendiri selama ini tampak tidak banyak terinspirasi oleh karya para seniman-seniman besar. Hal ini pun dikeluhkan oleh Acep. “Ya itulah mereka, tampaknya hanya melewatkan saja,” urai peraih Khatulistiwa Literary Award (2007) ini, sembari menyatakan yang ‘menangkapnya’ justru masyarakat. Kendati sudah dimulai, gerakan besar untuk melakukan sebuah “perubahan”. memang akan membutuhkan waktu yang sangat panjang. Tetapi, karya-karya semacam ini, semisal Iwan Fals, Rendra, selalu dibutuhkan oleh jaman atau bangsa ini. Di matanya, Iwan Fals, bukan sekedar artis seperti penyanyi lain, dia adalah seorang seniman, bahkan legenda. Lebih dari pada itu, Iwan Fals bisa disejajarkan dengan Bob Dylan, yang juga pemusik sekaligus penyair. Karena memang dia (Iwan Fals -red) berkarya atas tuntutan hati, dengan karya yang tak lepas dari pengamatan, rasa, pikiran, dan selalu terkait dengan lingkungan di sekelilingnya, yaitu Indonesia. Iwan Fals dan Rendra? Untuk pernyataan ini, Acep hanya mengatakan keduanya punya tempat berbeda, Iwan Fals sebagai musisi dan seniman, sementara Rendra adalah budayawan. Namun benang merahnya, keduanya terbesar di bidangnya masing-masing. Dia juga percaya, karya-karya yang dibuat oleh Iwan, akan abadi, karena selalu aktual. Apalagi persoalan kebangsaan memang sebetulnya berputar di masalah yang itu-itu saja, karya Iwan Fals akan menjadi “pengingat” di segala situasi, bahkan ketika kemapanan telah hadir di bumi Indonesia. Berani Tawarkan Konsep Aktual Diakuinya, di dunia musik soal tema karya atau album, memang jadi penting. Tema yang populer saat ini memanglah tema cinta. Namun menurutnya di tangan Iwan Fals, karya bertema apapun tetap akan populer. Karena menurutnya, Iwan Fals sudah sangat kokoh, demikian pula secara artistik juga mumpuni. “Mau ‘bermain’ di tema apapun, bagi seorang Iwan sudah dengan sendirinya pesan yang akan disampaikan mengena ke pendengarnya,” tambahnya. Menariknya di album Keseimbangan, adalah sebuah gerakan yang melatari album itu sendiri, dengan mengadakan perjalanan ke berbagai kota dan melakukan penghijauan, tidak sekedar “kampanye” album. Iwan Fals dengan Tiga Rambu dan Oi sudah mencontohkan ada kampanye yang lebih besar, ketimbang sekedar album, yaitu kampanye penyelamatan lingkungan, kampanye penyadaran diri, bahwa bangsa ini ada di posisi krisis, namun tetap memiliki harapan. Pohon hanyalah metafora dari kehidupan. Dengan sendirinya, menanam pohon berarti menumbuhkan lagi kehidupan, ini yang mesti ditangkap. Menurutnya kalangan Oi juga mesti bisa menangkap hal ini dan mengkomunikasikannya kepada masyarakat luas, untuk jadi inspirasi, hikmah, atau hidayah bagi orang lebih banyak lagi. “Menanam” bagi Acep yang dipersonifikasikannya lewat kegiatan menanam adalah sebuah metafora yang dahsyat. Demikian pula dengan penyelesaian masalah-masalah kebangsaan besar, niscaya bisa diselesaikan lewat entry point kegiatan menanam. Menanam menurutnya menimbulkan kesadaran untuk melakukan hal yang bermanfaat bagi kehidupan. Dari menanam menurutnya, masyarakat bisa belajar untuk mandiri. Diakuinya, lagu di album Keseimbangan, Iwan Fals cukup komunikatif, dan di luar aspek promosi, atau lainnya, Acep percaya, ada lagu Iwan Fals di album ini yang akan menjadi hits. Dia sendiri amat menyukai lagu Iwan Fals terutama lagu Suhu, di album ini. Karena menurutnya, lagu tersebut kaya dengan filosofi kehidupan, yang perlu “keseimbangan” untuk mengarunginya. Oi Jadi ‘Penyambung Lidah’ Yang agak berbeda dengan yang lainnya, dalam kampanyenya Iwan Fals juga tampak didukung oleh Oi. Ini yang membuat agak berbeda. Dia juga berharap agar Oi mengkomunikasikannya ke masyarakat, Yang dilakukan oleh musisi lainya, akan lebih efektif jika didukung oleh media. Namun, apa yang dilakukan oleh Iwan Fals, tetap akan lebih efektif, karena di setiap kampung bisa ditemui anggota Oi. “Dengan catatan, kalangan Oi hingga tingkat terbawah aktif dan ‘gerak’ ikut mengkampanyekan seperti yang dilakukan Bang Iwan,” urai penelur karya Jalan Menuju Rumahmu (kumpulan sajak, 2004) ini. Peran Oi untuk memasyarakatkan pesan pelestarian lingkungan yang dilakukan oleh Iwan Fals sangatlah penting. Karena bisa juga dianggap bahwa Oi kepanjangan tangan/suara dari Iwan Fals. Karya-karya Iwan Fals juga mengandung ajaran yang jika direnungi oleh siapapun bermanfaat bagi kehidupan, karena yang ditanamkan adalah nilai-nilai, hal ini yang menurutnya mesti ditangkap pendengarnya. Tugas seorang seniman, sebetulnya sudah akan selesai dengan sendirinya, melalui sebuah karya yang sudah diciptakannya. Namun mengingat pentingnya pesan dibalik karya, idealnya memang butuh ‘tangan lain’, yang merupakan “kepanjangan tangan”, untuk implementasi. Tugas ini ada di pundak Oi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar